MAKASSAR, BLAM — Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar (BLAM) bekerja sama dengan Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA) menggelar Pelatihan Digitalisasi Manuskrip, selama dua hari, 30-31 Mei 2021, di aula lantai tiga Kantor BLAM.
Peserta pelatihan berasal dari berbagai kalangan. Selain Peneliti Bidang Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi BLAM, peserta juga berasal dari lembaga pemerhati naskah klasik. Mereka adalah Makassar Heritage Society, LAKPESDAM Sulawesi Selatan, dan Komunitas Pemerhati Lontara’.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pengetahuan digitalisasi naskah klasik kepada peserta, agar dapat berpartisipasi dalam perlindungan manuskrip.
DREAMSEA merupakan program yang bertujuan untuk melakukan preservasi manuskrip di Asia Tenggara. Preservasi dilakukan dengan cara digitalisasi naskah melalui pemotretan.
Program tersebut didukung penuh oleh Arcadia Foundation di Inggris. Secara langsung, program ini dijalankan oleh Pusat Studi Islam dan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (PPIM).
Kegiatan ini juga merupakan langkah konkret DREAMSEA dalam usaha penyelamatan naskah klasik yang akan dilaksanakan di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Pulau Salemo, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, dan Makassar.
Narasumber pelatihan ini merupakan akademisi dari PPIM UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta, M. Nida Fadhlan.
Menurut M. Nida Fadhlan, program ini dilakukan tidak hanya bertujuan untuk pemotretan, tetapi juga menyentuh ranah tradisi masyarakat setempat.
“Hal ini berkaitan langsung dengan budaya masyarakat setempat. Oleh karenanya, preservasi naskah tidak hanya pada proses pemotretan saja, tetapi juga melakukan perekaman tradisi dengan menggunakan pendekatan antropologis,” kata Nida Fadhlan.
Naskah Tionghoa
Salah satu naskah yang dipreservasi adalah naskah dari Makassar. Menariknya, naskah tersebut menggambarkan masyarakat kosmopolitanis. Gejala kosmopolitan tampak dari pemilik naskah, keturunan Tionghoa, yang bermukim di Makassar.
Naskah tersebut menggunakan aksara lontara’, namun berisi tentang cerita, legenda, budaya, dan sejarah masyarakat Tionghoa.
Menurut keterangan pemilik naskah, kakeknya menulis naskah itu untuk disewakan kepada masyarakat yang ingin membaca kisah-kisah tertentu pada zaman itu.
Melalui pelatihan digitalisasi tersebut, peserta mulai memahami proses pendigitalisasian. Prosesnya mulai dari pengenalan alat-alat yang digunakan, kemudian merakit studio khusus (statis) untuk memotret manuskrip.
Beberapa jenis alat yang digunakan terbilang memiliki kualitas premium dengan hasil memuaskan. Perakitan studio khusus juga harus memperhatikan banyak kondisi mulai dari posisi lantai, meja yang digunakan, jenis kamera yang digunakan, dan yang paling penting, pengaturan pencahayaan dengan menggunakan flash light.
Secara teori, proses tersebut terbilang sederhana. Akan tetapi, dalam praktiknya, proses tersebut memakan waktu cukup lama, karena harus menyesuaikan antara hardware dan software yang digunakan.
Dengan kata lain, dibutuhkan ketelitian dan ketelatenan menggunakan alat-alat digital. Bahkan, pemberian nama dokumen hasil jepretan harus diperhatikan dengan seksama.
Tidak hanya itu. Dibutuhkan pula ketelatenan dalam melihat kondisi dan konten manuskrip. Dalam kondisi itu, kemampuan membaca naskah klasik sangat dibutuhkan.
Pembacaan naskah dibutuhkan untuk membuat meta data dari naskah tersebut. Dan, yang paling penting, untuk merekam tradisi, budaya maupun sejarah naskah, yang tertuang dari naskah tersebut.
“Program ini adalah usaha kita bersama untuk menyelamatkan warisan leluhur untuk kepentingan masa depan. Program ini penting, karena manuskrip itu abadi sedangkan kita tidak abadi. Oleh karena itu, digitalisasi adalah salah satu proses pengabadian warisan leluhur bangsa ini,” lanjut Fadhlan.
Peneliti Bidang Lektur BLAM, Husnul Fahima Ilyas, sekaligus leader digitalisasi manuskrip Sulawesi Selatan, menyatakan, program DREAMSEA telah berjalan sejak 2019 di Sulawesi Selatan.
“Kegiatan ini merupakan tahap awal digitalisasi naskah Sulawesi Selatan. Program ini akhirnya berjalan kembali pada 2021, setelah sempat tertunda pada 2020 karena kondisi pandemi Covid-19,” kata Husnul, kandidat Doktor Universitas Hasanuddin, ini.
Kepala Subagian Tata Usaha BLAM, Andi Isra Rani, M.T, menyambut gembira terlaksananya kegiatan ini.
“Kegiatan ini sangat bermanfaat dan memiliki nilai yang sangat tinggi. Apalagi, semua peserta dapat berperan aktif sebagai narasumber. Dalam teori andragogi, setiap orang adalah narasumber yang baik dalam sebuah kegiatan,” ujarnya. (rim)
Sumber: https://blamakassar.kemenag.go.id/berita/blam-dreamsea-gelar-pelatihan-digitalisasi-manuskrip