Koran Tempo | Selasa, 11 April 2023
Tim digitalisasi program Dreamsea, membantu upaya pelestarian manuskrip-manuskrip sejarah di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Salah satu saksi tertulis yang menggambarkan kekayaan sejarah Sulawesi Selatan adalah manuskrip-manuskrip koleksi Imran Massoewalle, salah seorang generasi penerus Kerajaan Bantaeng.
Kegiatan mendigitalisasi manuskrip ini dilaksanakan di kediaman Imran Karaeng Masualle, di Desa Bakarayya, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan Selatan pada 12 – 24 Maret 2023. Tim digitalisasi program Dreamsea ini dipimpin oleh Prof. Muhlis Hadrawi (Academic Expert), dibantu oleh Nursyam (Asisten Academic Expert), Muh. Rafli Irfandi (fotografer), dan Nur Amelia Ramadhani (Asisten fotografer).
“Dulu manuskrip ini disimpan di atas langit-langit bekas istana Bantaeng. Pada tahun 1980an ada musibah kebakaran sehingga mayoritas manuskrip ini rusak dan hancur jadi abu. Namun, ada beberapa yang berhasil diselamatkan karena sebelumnya ada wasiat yang memerintahkan untuk memindahkan manuskrip-manuskrip yang saat ini ada,” kata Imran Massoewalle.
Muhlis Hadrawi, Academic Expert Dreamsea mengatakan, koleksi Imran Massoewalle ini amat penting untuk diselamatkan karena sarat akan bukti sejarah. “Manuskrip koleksi Imran Massoewalle mengandung teks yang beraneka-ragam, namun dominan berkenaan dengan sejarah kerajaan
Bantaeng,” kata pria yang juga Guru Besar Universitas Hasanuddin itu.
Naskah tertua yang diprediksi ditulis pada abad ke-18 adalah kronik Bantaeng namun kondisi fisik naskahnya sudah rapuh. Bahkan beberapa lembar tidak dapat terbaca lagi
“Untung naskah ini pernah disalin dan difotokopi, sehingga teksnya masih dapat terselamatkan. Kronik Bantaeng itu berisi raja pertama yang memerintah yang disebut dengan ‘Mula Tau’ atau manusia pertama. Naskah-naskah kerajaan lainnya menyangkut profil raja-raja Bantaeng, catatan harian, surat-surat raja Bantaeng. Berita-berita politik yang terkait dengan sejarah Bantaeng pada masa kolonial pun ditemukan dalam beberapa naskah,” kata dia.
Bantaeng merupakan salah satu wilayah di Sulawesi Selatan yang sarat dengan sejarah kerajaan pada masa silam. Bantaeng disebutkan sebagai kerajaan tertua di antara kerajaaan yang berkatar belakang etnik Makassar, sehingga diberi julukan ‘Buttatoa” atau ‘negeri tua’. Bantaeng juga merupakan akar silsilah beberapa kebangsawanan Makassar, tidak terkecuali Gowa, Bulukumba, dan beberapa kerajaan di Jeneponto.
Secara umum, manuskrip yang berhasil diselamatkan sebanyak 39 eksemplar dari 171 manuskrip yang tersimpan. Teks-teksnya ditulis menggunakan aksara Lontara, Arab berbahasa Bugis dan Makassar. Program Dreamsea fokus pada pelestarian fisik dengan memberikan fasilitas pendukung bagi
pemilik naskah.
Program Dreamsea yang diinisiasi oleh PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan CSMC Hamburg University, Jerman serta didukung penuh oleh Arcadia itu juga memfasilitasi pemilik manuskrip merawat koleksinya dengan memberikan sarana yang layak untuk penyimpanan. Hal ini, kata Muhammad Nida’ Fadlan, Data Manager Dreamsea, merupakan komitmen Dreamsea untuk bersama-sama pemilik dan masyarakat pembaca manuskrip dalam upaya pelestarian berkelanjutan.
Sumber: https://koran.tempo.co/read/info-tempo/481474/dreamsea-selamatkan-manuskrip-sejarah-bantaeng